Rasulullah saw pernah
bersabda yang maksudnya, "Setiap umat mempunyai sumber kepercayaan,
sumber kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin Jarrah." Itulah
penghargaan bintang mahaputra yang diterima oleh Abu Ubaidah dari
Rasulullah saw. Penghargaan yang tidak diberikan Rasulullah kepada
sahabat yang lainnya. Tapi ini bukan berarti, bahwa Rasulullah saw tidak
percaya kepada sahabat yang lainnya. Memang kalau dilihat dari
kenyataan yang ada Abu Ubaidah layak mendapatkan gelar seperti itu.
Sekalipun ia tidak mengharapkannya. Dari sosok tubuhnya yang tinggi,
kurus tapi bersih, tampak disana tersimpan sifat-sifat mulia yang tidak
dimiliki orang lain. Jujur, tawadu', pemalu itulah diantara sifat yang
paling menonjol dari Abu 'Ubaidah bin Jarrah r.a. Muhammad bin Ja'far
pernah bercerita, suatu ketika datang rombongan Nasrani Najran menemui
Rasulullah saw. "Ya Abalqasim," kata utusan itu, "Datangkanlah utusanmu
ke negeri kami untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang kami hadapi.
Kami betul-betul ridha dan yakin terhadap kaum muslimin." Rasulullah
menyanggupinya dan menjanjikan kepada mereka seraya berkata, "Esok hari
aku akan mengutus bersama kalian seorang yang benar-benar terpercaya,
benar-benar terpercaya, benar-benar terpercaya." Rasululah menyebut
"amin" (terpercaya) sampai diulanginya tiga kali.
Tak lama kemudian
beritapun tersebar ditengah-tengah para sahabat ra. Masing-masing ingin
ditunjuk oleh Rasulullah saw menjadi utusan.
Umar ra mengungkapkan, "Aku benar-benar
mengharap agar aku ditunjuk Rasulullah saw untuk menduduki jabatan itu.
Aku sengaja mengangkat kepalaku agar beliau bisa melihatku dan
mengutusku untuk menduduki jabatan yang diamanatkannya. Rasul masih
tetap mencari seseorang, sehingga beliau melihat Abu Ubaidah dan
berkata, "Wahai Abu Ubaidah, pergilah engkau bersama-sama dengan
penduduk Najran. Jalankan hukum-hukum dengan penuh kebenaran terhadap
segala apa yang mereka perselisihkan." Itulah mulianya ahklak Abu
Ubaidah bin Jarrah.
Masuk kedalam shaff da'wah Islamiyah.
Setelah Abu Bakar
masuk Islam, dia senantiasa mengajak kawan-kawan dekatnya untuk
mengikuti jejaknya. Keislaman beliau adalah atas ajakan Abu Bakar. Suatu
ketika ia sadar dan memahami apa yang dimaksudkan Abu Bakar terhadap
dirinya. Akhirnya dia berangkat bersama Abdurrahman bin 'Auf, Ustman bin
Maz'un dan Arqam bin Abi Arqam untuk menemui Rasulullah saw. Di depan
Rasulullah saw mereka sama-sama mengucapkan kalimat syahadah.
Pengorbanan
Setelah masuknya Abu
Ubaidah dalam Islam. Ia sadar betul bahwa seluruh apa yang dia miliki
harus sepenuhnya diberikan untuk Islam. Bukan setengah atau pun
sebahagiannya. Harta, tenaga dan raga beliau persembahkan untuk Islam.
Kalau Islam meminta hartanya akan dia infakkan, kalau tenaganya yang
dibutuhkan, akan diberikan, bahkan kalaupun nyawa yang akan di minta
itupun akan dikorbankan. Dia adalah seorang pemuda yang gagah berani
yang sangat ditakuti oleh musuh-musuhnya dan sulit sekali untuk di
kalahkan.
Setiap
musuh mendekatinya pasti lehernya dipenggal. Itulah keistimewaan sahabat
yang satu ini, hasil dari binaan madrasah Rasulullah saw. Ini bisa
terlihat di dalam perjuangannya membela Islam. Dimana saat terjadinya
perang Badar, Abu Ubaidah tampil kedepan, memerangi tentara musyrikin.
Tatkala Abu Ubaidah lagi berhadapan dengan musuh, tiba-tiba ia
dikejutkan oleh seorang lelaki yang mengasuhnya sejak kecil. Ayah
kandungnya yang masih musyrik. Sebelumnya dia sudah berusaha agar jangan
ketemu bapaknya ditengah-tengah kancah peperangan.
Tapi apa hendak dikata,
peperangan saat itu bukanlah peperangan antara Qabilah atau peperangan
yang hanya untuk mempertahankan status quo. Akan tetapi adalah
peperangan antara hizbullah(tentara Allah) dengan hizb syaithan (tentara
musuh), peperangan antara yang haq dengan bathil, yang tidak mungkin
disatukan selamamatahari masih terbit dari sebelah timur. Akhirnya?
dengan keimanan yang menyala-nyala terjadilah perlawanan antara sang
anak dengan ayah, yang berakhir dengan gugurnya ayah kandung di depan
matanya sendiri.
Setelah
peristiwa tersebut Allah menurunkan firmannya:
"Kamu tidak akan
mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang
Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka
ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap
(limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung." (QS Al
Mujadilah: 22).
Itulah
Abu Ubaidah bin Jarrah, yang betul-betul menyerahkan hidup beliau
sepenuhnya untuk Islam. Dia tidak menghiraukan sanak famili ataupun kaum
kerabat, kalau Islam yang berbicara tidak bisa ditawar-tawar lagi, yang
bathil tidak mungkin didirikan diatas yang haq ataupun sebalikn
Di saat peperangan lagi
berkecamuk, Rasulullah saw sempat terjatuh sehingga gigi depannya retak,
keningnya luka, pipinya kena dua mata rantai perisai. Melihat keadaan
seperti itu, Abu Bakar kasihan dan ingin mencabutnya, tapi ia dicegah
Abu Ubaidah bin Jarrah. "Biarkan itu bagian saya," pintanya. Abu Ubaidah
tahu kalau ini di cabut dengan tangan Rasulullah pasti kesakitan,
akhirnya dia mencoba mencabutnya dengan gigi depannya. Disaat mata
rantai pertama tercabut, giginya masih utuh dan kuat, namun ketika
mencabut mata rantai kedua giginya pun ikut tercabut juga. Subhanallah.
Saat itu Abu Bakar berkata, "Sebaik-baik gigi yang terputus, itulah gigi
Abu Ubaidah bin Jarrah."
Perjuangan
Jabir bin Abdullah pernah bercerita, "Suatu
ketika Rasullah saw.mengutus kami dalam suatu peperangan yang dipimpin
oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Kami hanya dibekali sekarung korma untuk
tiga ratus orang. Padahal perjalanan sungguh jauh dan melewati padang
pasir yang luas dan tandus. Di tengah-tengah perjalanan, disaat tentara
sudah mulai lapar, Abu Ubaidah membagi-bagikan makanan untuk satu orang
satu genggam korma. Namun disaat bekal sudah mulai habis Abu Ubaidah
membagi-baginya dengan satu korma untuk satu orang.
Korma yang satu itulah
diisap-isap airnya sehingga menambah semangat kami dalam melanjutkan
perjalanan. Tak lama kemudian bekalpun habis, badan terasa letih, capek
dan lapar. Namun perjalanan masih jauh. Akhirnya kamipun memilih jalan
dekat pantai. Tiba-tiba disaat kami betul-betul lapar, kami memperdapati
ikan besar yang sudah mati, mula-mula Abu Ubaidah melarang kami untuk
memakannya. Akan tetapi, karena keadaan sudah memaksa akhirnya kamipun
memakannya, setelah itu kami melanjutkan perjalanan."
Perjuangan Abu Ubaidah
bin Jarrah nampak juga kita lihat dari perkataan Umar bin Khattab. Pada
suatu kesempatan Umar bin Khattab mengajukan pertanyaan kepada para
sahabat, "Tunjukkan kepada saya cita-cita tertinggi kalian." Salah
seorang dari mereka mengacungkan tangan dan berkata, "Wahai
Amirulmukminin sekiranya rumah ini penuh dengan emas, akan saya infakkan
seluruhnya untuk jalan Allah."
Umarpun mengulangi pertanyaannya, "Apa masih ada yang
lebih baik dari itu?", lantas sahabat yang lainpun menjawab, "Wahai
Amirulmukminin sekiranya rumah ini dipenuhi dengan intan, emas dan
permata, niscaya akan saya infakkan seluruhnya untuk Allah." Umar bin
Khattab kembali bertanya dengan lafadh yang sama. Merekapun serentak
menjawab, "Wahai Amirulmukminin kami tidak tahu lagi apa yang terbaik
dari itu." Umar bin Khathab kemudian menjelaskan, "Cita-cita yang
terbaik adalah, seandainya ruangan ini Allah penuhi dengan pejuang
muslim seperti Abu Ubaidah bin Jarrah yang jujur, adil dan bijaksana."
Menjelang wafatnya,
Khalifah Umar pernah berkata, "Kalau Abu Ubaidah masih hidup maka aku
akan menunjuknya sebagai khalifah penggantiku. Dan bila kelak Allah swt
bertanya tentang apa sebabnya, maka aku akan menjawabnya, 'Aku memilih
dia karena dia seorang pemegang amanat umat dan pemegang amanat
Rasulullah.'"
Demikianlah
sosok kepribadian sahabat kita yang satu ini. Ia tidak pernah mundur
dalam memperjuangkan kesucian Islam. Tenaga, harta, waktu, dan jiwanya
ia korbankan demi Islam dan kejayaan umatnya. Radhiyallahu 'anhu
wardhahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar