Waktu berlalu tanpa terasa, genap setahun Zainab berkumpul kembali
dengan suaminya. Zainab sang Mujahidah, wanita penyabar, dan tegar itu
telah kembali menghadap Sang Khaliq setelah berjuang menghadapi penyakit
yang dideritakan semenjak keguguran kandungannya di tengah pada sahara.
Zainab meninggal dalam usia relatif muda, 30 tahun, namun begitu
dewasanya sikap dan ketabahannya yang patut diteladani oleh para remaja
muslimah yang datang sesudahnya.
Kepergian Zainab meninggalkan Abul Ash seorang diri mengenang
masa-masa indah yang telah mereka lewati bersama dalam suka dan duka,
hanya dua buah hati mereka Ali dan Umamah yang kini menjadi pelipur
lara.
Kedukaan pun menimpa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kepergian Zainab membuat beliau sangat berduka dan bersedih, membuat
kesedihan yang lama terkenang kembali yaitu ketika melepas kepergian
istrinya, Khadijah dan putri keduanya, Ruqayyah. Beliau pernah bersabda
tentang Zainab, putri sulungnya ini, “Dia adalah putri terbaikku, ia
dirundung musibah disebabkan olehku.”
Begitulah kehidupan seorang muslimah sejati, sebagai seorang anak,
istri, dan ibu yang senantiasa patut diteladani. Seorang wanita
sederhana dan bersahaja, tak pernah lena karena kedudukan ayahnya yang
mulia. Wanita yang tak pernah menyerah dan berputus asa, di dalam
jiwanya terdapat kebesaran dan keagungan yang mengalir dari ayahnya
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semoga Allah meridhai dan merohmati Zainab. Amin
Sumber: Majalah Al-Mawaddah, Edisi 10 Tahun ke-1 Jumadal Ula
1429/Mei 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar