Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Abu Dawud dan Baihaqi dalam Ad-Dalail
meriwayatkan dari jalur Ja’far bin Yahya bin Tsauban yang berkata,
‘Umarah bin Tsauban memberitakan kepada kami bahwa Abu Thufail
mengabarinya, ‘Aku melihat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
membagi daging di Ji’ranah.’ Abu Thunfail berkata, ‘Saat itu aku masih
kanak-kanak yang baru kuat mengangkat tulang unta. Tiba-tiba datang
seorang wanita yang langsung mendekati Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam. Beliau pun membentangkan selendang lalu mempersilakan
wanita itu duduk di atasnya.’ Aku bertanya, ‘Siapa wanita itu?’ Mereka
menjawab, ‘Ini ibu yang menyusul beliau’.”
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Hakim. Ia dan Dzahabi tidak menjelaskan
statusnya. Di tempat lain, Hakim meriwayatkannya dari jalur yang sama,
dan ia berkata, “Sanadnya shahih dan keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak
mengeluarkannya.” Namun Dzahabi tidak memasukkannya dalam At-Talkhish.”
Saat membawakan riwayat ini dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah,
Ibnu Katsir berkata, “Ini hadis gharib. Barangkali maksudnya
adalah saudari sepersusuan beliau. Sebab ia bersama beliau diasuh oleh
ibunya, Halimah Sa’diyah. Jika riwayat ini benar, berarti Halimah
berumur panajng. Sebab jarak waktu antara Halimah menyusui Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam dan peristiwa Ji’ranah lebih dari 60 tahun.
Sementara diperkirakan, ketika menyusui beliau, ia minimal berusia 30
tahun. Selanjutnya, hanya Allah yang mengetahui, berapa tahun ia hidup
setelah itu.”
Tentang Jafar bin Yahya bin Tsauban, Ibnu Hajar berkata dalam At-Taqrib,
I: 133, “Ia bisa diterima.” Yakni sebagai mutaba’ah, bila
tidak makna hadisnya layyin sebagaimana dinyatakan Ibnu Hajar
di mukadimah At-Taqrib. Karenanya, dalam Al-Kasyif, I:
131, Dzahabi berkata, “Ada yang tidak diketahui tentang dirinya.” Dan
dalam Al-Mughni fid Dhu’afa, I:214, ia mengatakan, “Tidak
dikenal.” Ibnu Madini dan Ibnu Qathan Al-Fasi telah menyatakan
kemajhulannya. Sedang Ibnu Hibban seorang diri memasukkannya dalam
kitabnya Ats-Tsiqah (kumpulan perawi terpercaya).
Umarah bin Tsauban juga disebutkan Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqah.
Sedangkan Ibnu Qathan mengatakan, “Ia tidak dikenal.” Dzahabi berkata
dalam Al-Kasyif, II: 262, “Ia di-tsiqah-kan, padahal
ada ketidakjelasan tentang dirinya.” Al-Hafizh dalam At-Taqrib,
II: 49, berkata, “Rawi mastur (keadaannya tertutupi).” Ini
istilah yang digunakan Ibnu Hajar pada perawi yang meriwayatkan darinya
lebih dari seorang dan ia tidak di-tsiqah-kan, sebagaimana ia
jealskan dalam mukadimah. Dan hadis tentang kedatangan ibu persusuan
beliau ini, Munzhiri tidak menghukumi derajatnya.
Al-Albani men-dha’if-kannya lantaran ke-majhul-an Umarah
sebagaimana tercantum dalam Dhaif Sunan Abu Dawud,
Hal. 508, hadis no. 5144, Dha’if Al-Adabil Mufrad, Hal. 116,
hadis no. 1295, dan Dha’if Mawaridizh Zham’an, Hal. 176, hadis
no. 2249.
Kemudian Abu Dawud meriwayatkan dari Umar bin Saib bahwa telah sampai
kepadanya, bahwa suatu hari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
sedang duduk lalu datanglah ayah persusuan beliau menghamparkan
sebagian kain beliau dan mempersilahkannya duduk di atasnya. Kemudian
ibu persusuan beliau datang, dan beliau menghamparkan bagian lain dari
sisi bajunya yang lain dan mempersilakannya duduk di hadaapan beliau.”
Mundziri berkata, “Hadis ini mu’dhal, sebab Umar bin Saib
diketahui hanya meriwayatkan dari tabi’in (sedangkan dalam hadis ini ia
langsung menceritakan peristiwa tanpa menyebut tabi’in dan sahabat.
Artinya gugur dua orang perawi secara berurutan pen.). Ibnu
Katsir berkata dalam kitab tarikhnya, “Telah diriwayatkan sebuah hadis mursal
yang menceritakan kedatangan ayah dan ibu persusuan Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam, tetapi kesahihannya, wallahu a’lam.”
Sebagai catatan, telah populer
di kalangan banyak orang bahwa Halimah adalah wanita pertama yang
menyusui Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau tidak
memiliki ibu persusuan selainnya. Padahal menurut riwayat yang shahih,
wanita pertama yang menyusui beliau adalah Tsuwaibah, mantan budak Abu
Lahb. (Diriwayatkan oleh Bukhari, kitab An-Nikah, bab 20,25,26 dan
lainnya)
Sumber: Masyhur Tapi Tak Shahih Dalam Sirah Nabawiyah, Muhammad bin
Abdullah Al-Usyan, Zam-Zam, Cetakan 1 April 2010.
Artikel www.KisahMuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar